29 Janam08, 2007 oleh prismanalumsari
Aswaja Dalam Gugatan Makna Aswaja adalah postulat dari ungkapan Rasulullah saw.,“Ma ana alaihi wa ashabi”. Berarti, golongan aswaja adalah golongan yang mengikuti ajaran Islam sebagaimana diajarkan dan diamalkan Rasulullah beserta sahabatnya.
Aswaja adalah satu di antara banyak aliran dalam Islam. Aswaja tidak muncul dari ruang hampa. Ada banyak hal yang mempengaruhi kelahirannya dari sejarah. Di antaranya adalah konstelasi politik yang terjadi pada masa pasca Nabi wafat.
Kematian Utsman bin Affan, menyu-lut reaksi. Utamanya, karena ia terbunuh tidak dalam peperangan. Hal ini meman-tik semangat untuk menuntut Imam Ali KW, pengganti Utsman, untuk bertang-gungjawab. Terlebih, sang pembunuh, ternyata berhubungan darah dengan Ali.
Muawiyah bin Abu Sofyan, Aisyah, dan Abdulah bin Thalhah, serta Amr bin Ash adalah beberapa sahabat yang getol menuntut. Bahkan, semuanya harus menghadapi Ali dalam peperangan. Dan yang mengejutkan adalah strategi Amr bin Ash dalam perang Shiffin (39H), dengan mengangkat mushaf di atas tom-bak. Tujuannya, hendak mengembalikan segala perselisihan kepada hukum Allah. Dan Ali setuju, meski banyak pengikut-nya yang tidak puas. Akhirnya, tahkim (arbritase) di Daumatul Jandal, menjadi akar perpecahan pendukung Ali menjadi Khawarij dan Syi’ah.
Perseteruan politik ini membawa efek yang cukup besar dalam ajaran Islam. Sebagaimana terjadi masa Yazid bin Muawiyah, yang sengaja memeng-gal kepala Husein bin Ali, cucu Rasulullah, beserta 70-an anggota keluarganya di Karbala, Iraq.
Akhirnya, dinasti Umayyah meres-tui hadirnya paham Jabariyah yang menyatakan bahwa manusia tidak punya kekuasaan sama sekali. Opini ditujukan untuk menyatakan bahwa pembantaian itu memang telah digaris-kan Tuhan tanpa bisa dicegah.
Beberapa kalangan yang menolak, akhirnya membentuk second opinion dengan mengelompokkan diri ke sekte Qadariyah yang menyatakan bahwa manusia punya kemampuan untuk melakukan segalanya. Dan Tuhan hanya menjadi penonton dan hakim di akhirat kelak. Karenanya, pembantaian itu adalah murni kesalah-an manusia
Melihat kacaunya “perselingkuhan” teologi dan politik, ada kalangan yang jenuh dengan semuanya. Mereka me-masrahkan semua urusan dan perilaku manusia pada Tuhan di akhirat kelak. Mereka menamakan diri Murji’ah. Di antara para sahabat yang dalam kelom-pok ini adalah Abu Hurayrah, Abu Bakrah, dan Abdullah Ibn Umar.
“Pada dasarnya, Murjiah adalah benih Sunni.” Komentar Sukarno.
Aswaja Dalam Problem Kekinian
Aswaja adalah postulat dari ungkapan Rasulullah saw.,“Ma ana alaihi wa ashabi”. Berarti, golongan aswaja adalah golongan yang mengikuti ajaran Islam sebagaimana diajarkan dan diamalkan Rasulullah beserta sahabatnya. Ungkapan tersebut memang nampak sederhana, namun persoalannya adalah bagaimana bisa menilai suatu amalan benar-benar sesuai dengan yang dilakukan Nabi? Dan tentu, pemahaman itu tidak akan tunggal.
Pada titik ini, terjadi pergolakan pemi-kiran antara “NU tua” dengan “NU muda”. Bagi kalangan anak muda NU, konsepsi Aswaja yang digelindingkan oleh pendiri NU, sudah terasa cukup sempit dan tidak berelevansi.
Konsep itu, sebagaimana dalam naskah khittah NU (butir 3 (b)), menya-takan Islam aswaja adalah Islam yang menganut salah satu dari empat madzhab dalam fikih (Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hambali), menganut salah satu dari dua madzhab dalam teologi (Al-Asy’ari dan Al-Maturidi), serta menganut salah satu dari dua madzhab dalam tasawuf (Al-Ghazali dan Al-Junaidi). Dengan demi-kian, selain menggunakan madzhab-madzhab di atas, secara otomatis tidak termasuk golongan aswaja ala NU.
“Konsep tersebut memang relevan, tapi ketika didudukkan pada kompleks-itas problem mutakhir yang kian multi-dimensional, kiranya patut ditinjau ulang. Dalam fikih misalnya, menurut kalangan anak muda NU, sudah nyata-nyata tidak mampu menampung. Namun, seringkali kita memaksakan diri untuk ‘mengem-balikan’ kompleksitas persoalan mutakhir ini pada empat madzhab. Selain itu, dengan adanya pembatasan madzab, kita akan terkungkung pada satu alur pemikiran, bahkan bisa terjerumus fanatisme, pengkultusan satu madzab tertentu, dan menganggap pemikiran lain yang berbeda tidak sesuai dengan Aswaja”, terang ketua PAC IPNU, Khamdan dalam diskusi akhir tahun.
Di sinilah letak poin-poin yang harus dikaji ulang. Di antara tawaran alternatif yang mencuat dari kalangan NU muda, yaitu aswaja sebagai ‘manhaj al-fikr’ (metode/cara berfikir), bukan lagi sekadar sebagai sistem beragama yang mengharuskan bermadzab.
Orientasi yang ingin digapai manhaj al-fikr antara lain kemerdekaan indi-vidu dalam berijtihad, menciptakan metode-metode baru yang progresif dalam berijtihad, memberikan peluang tajdid bagi pemikiran-pemikiran baru yang berorientasi pada ‘kemaslahatan publik’ dan ‘pembebasan dari ketertin-dasan’, dan memperluas cakupan ilmu dan lahan garapan, tidak hanya soal-soal fikih-teologi-tasawuf.
Demikian hasil diskusi akhir tahun PAC IPNU Nalumsari, di rumah Rekan Sukarno, Desa Blimbingrejo (30/12), yang senantiasa membutuh-kan pembahasan kontinu
0 komentar:
Posting Komentar